Motivasi Kerja  

Posted by: Unknown


            Setiap hari secara sadar maupun tidak sadar kita dihadapi dan jalani dua macam situasi, yaitu situasi masalah (problem situation) dan situasi pilihan (choice situation) yang juga dinamakan situasi konflik.
            Dalam situasi masalah seseorang menghadapi berbagai macam rintangan dalam upayanya mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Proses dan besarnya upaya seorang untuk mengatasi rintangan-rintangan agar dapat mencapai tujuannya menggambarkan besar motivasinya.
            Dalam situasi pilihan, seseorang menghadapai beberapa alternative keputusan atau tindakan yang dapat ia amabil. Setiap keputusan atau tindakan mengarah ke tercapainya tujuan tertentu, mengarah ke timbulnya akibat-akibat tertentu. Tujuan atau akibat ini memiliki aspek-aspek yang negative. Orang akan berada dalam konflik mempunyai kesulitan untuk memilih, jika alternatif-alternatif keputusannya atau tindakannya akan menimbulkan akibat yang mengandung aspek-aspek negatif yang juga sama nilainya.
Pertanyaan yang mendasari pertimbangan pemilihan alternative ialah: “Keputusan atau tindakan manakah yang paling bermanfaat bagi saya?”. Paling bermanfaat artinya yang paling banyak memenuhi kebutuhan. Dengan memilih satu keputusan/tindakan, ada sekelompok kebutuhan yang dipenuhi dan ada sekelompok kebutuhan yang tidak dipenuhi. Memilih alternative keputusan atau tindakan merupakan awal dari motivasi. Dengan mengambil satu keputusan (melaksanakan satu tindakan) dengan kata lain, dengan memilih salah satu alternative keputusan (tindakan), maka orang memasuki situasi masalah. Dalam upaya mencapai yang diinginkan mencapai tujuan, ia akan menjumpai berbagai rintangan.
PENGERTIAN
1.      Motivasi Kerja
Motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu. Tujuan yang berhasil dicapai akan memuaskan atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Dengan kebutuhan, yang dimasukan ke dalam diri (internal state) akan mendapatkan hasil atau keluaran-keluaran tertentu yang menjadi menarik. Misalnya, rasa haus yang merupakan kebutuhan untuk minum menyebabkan kita tertaik pada air yang segar. Jika kitas tidak haus kita bersikap netral terhadap air.

Sekelompok kebutuhan yang belum dipuaskan menciptakan suatu ketegangan yang menimbulkan dorongan-doronga untuk melakukan serangkaian kegiatan (berperilaku mencari) untuk menemukan dan mencapai tujuan-tujuan khusus yang memuaskan sekelompok kebutuhan tadi yang berakibat berkurangnya ketegangan.
Perilaku mencari dapat merupakan perilaku yang aktif atau proaktif. Mencari sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan, dapat pula merupakan perilaku yang reaktif. lingkungan menyodorkan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan. Misalnya, ketika kita sedang berkerja kemudian ada yang menawarkan makan, kita menjadai sadar bahwa kita sedang lapar. Pada waktu melakukan perilaku mencari secara akti, motivasi ‘didorong keluar’. Pada waktu perilaku mencari reaktif, motivasi ‘ditarik keluar’.
Pada tahap ‘dorongan-dorongan’ dan tahap ‘melakukan kegiatan-kegiatan’ individu berada dalam situasi pilihan, tujuan-tujan apa saja yang ingin dan diperkirakan dapat dicapai, yang diharapkan akan memenuhi kelompok kebutuhan apa saja. Masing-masing tujuan memiliki harkat (valance) yang berbeda-beda bagi individu.
Pada akhir tahap ‘melakukan serangkaian kegiatan’ individu telah mengambil keputusan apa yang telah ia pilih sehingga memasuki situasi masalah. Ia menghadapi berbagai rintangan untuk dapat mencapai tujuannya dan memenuhi sekelompok kebutuhannya.
Tidak semua kebutuhan dapat dipuaskan pada satu saat. Pada suatu saat sekelompok kebutuhan dapat dipuaskan, pada saat lain kelompok kebutuhan lain. Pemuasan kebutuhan berlangsung terus menerus, secara sadar maupun tidak sadar.

2.      Kajian Motivasi dengan Unjuk Kerja
Kaitan motivasi kerja dengan unjuk kerja dapat diungkapkan sebagai berikut, unjuk kerja (performance) adalah hasil interaksi antara motivasi kerja, kemampuan (abilities), dan peluang (opportunities),  dengan perkataan lain unjuk kerja adalah fungsi dari motivasi kerja kali kemampuan kali peluang (Robins, 2000). Diungkapkan dalam rumus:


Unjuk Kerja = f Motivasi Kerja x Kemampuan x Peluang

 
 
                                                                                                                  
Bila motivasi kerja rendah, maka unjuk kerjanya akan rendah pula meskipun kemampuannya ada dan baik, serta peluangnya pun tersedia.misalnya, seorang sarjana computer bekerja dalam perusahaan konsultasi dalam bidang  teknologi informasi sebagai tenaga ahli (peluang ada, dan punya kemampuan yang diperlukan). Namun suasana kerja, hubungan antar tenaga kerja, kebijakan perusahaan tidak dirasakan sesuai, maka ‘semangat’ kerjanya menurun  dengan hasil unjuk kerjanya kurang. Sebaliknya jika motivasi kerjanya besar, namun peluang untuk menggunakan kemampuan-kemampuannya tidak ada atau tidak diberikan, unjuk kerjanya juga akan rendah. Jika motivasi kerja tinggi, peluang ada, namun karena keahliannya dalam bidang ilmu komputer tidak pernah ditingkatkan lagi, unjuk kerjanya juga tidak akan tinggi.
Motivasi kerja seseorang dapat lebih bercorak proaktif. Pada motivasi kerja yang proaktif orang akan berusaha untuk meningkatkan kemampuan-kemampuannya sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaannya dan akan berusaha untuk mencari, menemukan atau menciptakan peluang dimana ia dapat menggunakan kemampuan-kemampuannya untuk untuk dapat berunjuk kerja yang tinggi.

TEORI MOTIVASI
Terdapat delapan teori motivasi yaitu empat dari teori isi dan empat lagi dari teori motivasi proses. Teori isi terdiri dari teori tata tingkat kebutuhan, teori eksistensi-relasi-pertumbuhan, teori dua faktor, dan teori motivasi berprestasi. Sedangkan teori motivasi proses yaitu teori teori pengukuhan (reinforcement), teori penetapan tujuan (goal setting), teori harapan (expectancy), dan  teori keadilan (equity). Teori motivasi isi berkeyakinan tentang adanya kondisi internal dalam individu yang dinamakan kebutuhan atau motif. Teori proses bersibuk diri dengan menemukenali dan memepelajari proses-proses yang memeperkrasai, mempertahankan dan mengakhiri perilaku.

1.      Teori Motivasi Isi
a.       Teori Tata Tingkat Kebutuhan
Teori tata tingkat kebutuhan dari Maslow merupakan teori motivasi kerja yang paling luas dikenal. Maslow berpendapat bahwa kondisi manusia berada dalam kondisi mengejar yang bersinambung. Jika satu kebutuhan dipenuhi, langsung kebutuhan tersebut diganti oleh kebutuhan lain. Proses berkeinginan secara nonstop memotivasi kita sejak lahir sampai meninggal. Maslow selanjutnya mengajukan bahwa ada lima kelompok kebutuhan yaitu kebutuhan faali (psikologikal), rasa aman, social, harga diri, dan aktualisasi diri.
Menurut Maslow, individu dimotivasi oleh kebutuhan yang belum dipuaskan, yang paling rendah, paling dasar dalam tata tingkat. Begitu tingkat kebuthuan terpuaskan, ia tidak akan lagi memotivas perilaku. Maslow juga menekankan bahwa makin tinggi tingkat kebutuhan, makin tidak penting ia untuk memepertahankan hidup (survival) dan makin lama pemenuhannya dapat ditunda
1)      Kebutuhan fisiologikal(faali). Kebutuhan yang timbul berdasarkan kondisi fisiologikal badan kita, seperti kebutuhan untuk makanan dan minuman, kebutuhan akan udara segar (oksigen).
2)      Kebutuhan rasa aman. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk dilindungi dari bahaya dan ancaman fisik.
3)      Kebutuhan social. Kebutuhan ini member dan menerima persahabatan, cinta kasih, rasa simpati (belonging).
4)      Kebututhan harga diri (esteem needs). Kebutuhan ini dibagi menjadi dua jenis: (a) yang mencakup faktor internal, seperti kebutuhan harga diri, kepercayaan diri, otonomi dan kompensasi; (b) yang mencakup faktor eksternal, kebutuhan yang menyangkut reputasi seperti mencakup kebutuhan untuk dikenali dan diakui (recognition), dan status.
5)      Kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dirasakan dimiliki.

b.      Teori Eksistensi, Relasi, Pertumbuhan
Teori motivasi ini dikenal sebagai teori ERG yaitu singkatan dari Existence, Relatedness, dan Growth needs. Teori ini dikembangkan oleh Arderfer, dan merupakan satu modifikasi dan reformulasi dari teori tata tingkat kebutuhan dari Maslow. Alderfer mengelompokkan kebutuhan tersebut dalam tiga kelompok, yaitu:
1)      Kebutuhan eksistensi (existence needs), merupakan kebutuhan akan substansi material seperti keinginan untuk memperoleh makanan, air, perumahan, uang, mebel, dan mobil.
2)      Kebutuhan hubngan (relatedness needs), merupakan kebutuhan untuk membagi pikiran dan perasaan dengan orang lain dan membiarkan mereka menikmati hal-hal yang sama dengan kita.
3)      Kebutuhan pertumbuhan (growth needs), merupakan kebutuhan yang dimiliki seseorang untuk mengembangkan kecakapan mereka secara penuh.
Beberapa dasar teori ini ialah bahwa: (a) makin lengkap satu kebutuhan yang lebih konkret dipuasi, makin besar keinginan/dorongan untuk memuaskan kebutuhan yang kurang konkret/abstrak, dan (b) makin kurang lengkap satu kebututhan dipuasi, makin besar keinginannya untuk memuaskannya.
Sesuai dengan teori dari Maslow, teori Alderfer ini menganggap bahwa fulfillment progression (maju ke pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya sesudah kebutuhan pada tingkat yang lebih randah dipuas) juga penting. Menurut Alderfer, jika kebutuhan tingkat yang lebih tinggi tidak dapat dipuasi, maka individu maka meregress, kembali ke usaha untuk memuaskan kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah. Gejala ini ia namakan frustration regression.

c.       Teori Dua Faktor
Teori dua faktor juga dinamakan teori hygiene motivasi yang dikembangkan oleh Herzberg. Ia menemukan bahwa faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja berbeda dengan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yang ia namakan faktor motivator, mencakup faktor-faktor yang berkaitan dengan isi dari pekerjaan, yang merupakan faktor intrinsik dari pekerjaan yaitu:
1)      Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan diberikan kepada seorang tenaga kerja.
2)      Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam pekerjaannya.
3)      Pekerjaan itu sendiri, besar kecilnya tantangan yang dirasakan tenaga kerja dari pekerjaannya.
4)      Capaian (achievement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang tinggi.
5)      Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas unjuk kerjanya.
Jika faktor-faktor tersebut tidak (dirasakan) ada, tenaga kerja, menurut Herzberg, merasa not satisfied (tidak lagi puas), yang berbeda dari dissatisfied (tidak puas).
Kelompok faktor yang lain yang menimbulkan ketidakpuasan, berkaitan dengan konteks dari pekerjaan, dengan faktor-faktor ekstrinsik dari pekerjaan yaitu:
1)      Administrasi dan kebijakan perusahaan, derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan
2)      Penyeliaan, derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan diterima oleh tenaga kerja.
3)      Gaji, derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan unjuk kerjanya.
4)      Hubungan antarpribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan tenaga kerja.
5)      Kondisi kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas pekerjaannya.
Faktor-faktor yang termasuk dalam kelompok faktor motivator cenderung merupakan faktor-faktor yang menimbulkan motivasi kerja yang lebih bercorak proaktif, sedangkan faktor-faktor yang termasuk dalam kelompok faktor hygiene cenderung menghasilkan motivasi kerja yang lebih reaktif.

d.      Teori Motivasi Berprestasi
Teori ini dikembangkan oleh David McClelland. Ia tidak saja meneliti tentang kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement), tapi juga tentang kebutuhan untuk berkuasa (need for power), dan kebutuhan untuk berafiliasi atau berhubungan (need for affiliation).
 Mereka bergairah untuk melakukan sesuatu lebih abik dan lebih efisien dibandingkan hasil sebelumnya. Dorongan ini yang disebut kebutuhan untuk berprestasi (the achievement need = nAch). Mereka yang memiliki kebutuhan untuk berprestasi yang tinggi lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan dimana mereka memiliki tanggung jawab pribadi, akan memperoleh balikan dan tugas pekerjaannya memiliki resiko yang sedang (moderate).
Kebutuhan untuk berkuasa (need for power = nPow) ialah adanya keinginan kuat untuk mengendalikan orang lain, untuk mempengaruhi orang lain, dan untuk memiliki dampak terhadap orang lain.
Kebutuhan untuk berafiliasi (need for affiliation = nAff ) merupakan kebutuhan yang sedikit mendapat perhatian dan paling sedikit diteliti. Orang-orang dengan kebutuhan untuk berafiliasi yang paling tinggi ialah orang-orang yang berusaha mendapatkan persahabatan.

2.      Teori Motivasi Proses
a.       Teori Pengukuhan
Teori ini berhubungan dengan teori nelajar operant conditioning dari Skinner. Teori ini memepunyai dua aturan pokok: aturan pokok yang berhubungan dengan pemerolehan jawaban-jawaban yang benar, dan aturan pokok lainnya yang berhubungan dengan penghilangan jawaban-jawaban yang salah.
Pengukuhan dapat terjadi positif (pemberian ganjaran untuk satu jawaban yang diinginkan) atau negatif (menghilangkan satu rangsang aversif jika jawaban yang diinginkan telah diberikan), tetapi organism harus membuat kaitannya antara aksi atau tindakannya dengan akibat-akibatnya.
Siegel dan Lane (1982), mengutip Jablonske dan de Vries, memberi saran bagaimana manajemen dapat meningkatkan motivasi kerja tenaga kerja, yaitu dengan:
1)      Menentukan jawaban apa yang diinginkan.
2)      Mengkomunikasi dengan jelas perilaku ini kepada tenaga kerja.
3)      Mengkomunikasi dengan jelas ganjaran apa yang akan diterima tenaga kerja jika jawaban yang benar terjadi.
4)      Memberika ganjaran jika hanya jawaban yang benar yang dilaksanakan.
5)      Memberikan ganjaran kepada jawaban yang diinginkan pada saat yang paling memungkinkan, yang terdekat dengan kejadiannya.

b.      Teori Penetapan Tujuan
Teori ini secara relatif lempang dan sederhana. Aturan dasarnya ialah penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar. Menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusu dan yang pernyataannya jelas dan dapat diterima oleh tenaga kerja, akan menghasilkan unjuk kerja yang lebih tinggi daripad tujuan-tujuan yang takasa, tidak khusus, dan yang mudah dicapai.
Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management By Ojectives = MBO) menggunakan teori penetapan tujuan ini. Berdasarkan tujuan-tujuan perusahaan, secara berurutan disusun untuk divisi bagian satuan kerja yang terkecil untuk diakhiri penetapan sasaran kerja untuk setiap karyawan dalam kurun waktu tertentu.

c.       Teori Harapan
Model teori harapan dari Lawler mengajukan empat asumsi:
1)      Orang mempunyai pilihan-pilihan antara berbagai hasil keluaran yang secara potensial dapat mereka gunakan. Dengan perkataan lain, setiap hasil keluaran alternatif mempunyai harkat (valence = V), yang mengacu pada ketertarikannya bagi seseorang.
2)      Orang mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa upaya (effort = E) mereka akan mengarah ke perilaku unjuk kerja (performance = P) yang dituju. Ini diungkapkan sebagai harapan E-P.
3)      Orang mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa hasil-hasil keluaran (outcomes = O) tertentu akan diperoleh setelah unjuk kerja (P) mereka. Ini diungkapkan dalam rumusan harapan P-O.
4)      Dalam setiap situasi, tindakan-tindakan dan upaya yang berkaitan dengan tindakan-tindakan tadi yang dipilih oleh seseorang untuk dilaksanakan ditentukan oleh harapan-harapan (E-P dan P-O) dan pilihan-pilihan yang dipunyai orang pada saat itu.
Model harapan dari Lawler menyatakan bahwa besar kecilnya motivasi seseorang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Indeks motivasi = jml {(E-P) x jml [(P-O)(V)]}

d.      Teori Keadilan
Teori keadilan, yang dikembangkan oleh Adams bersibuk diri dengan memberi batasan tentang apa yang dianggap adil atau wajar oleh orang dalam kebudayaan kita ini dan reaksi-reaksi mereka kalau berada dalam situasi-situasi yang dipersepsikan sebagai tidak adil/wajar.
Teori keadilan memepunyai empat asumsi dasar sebagai berikut:
1)      Orang berusaha untuk menciptakan dan mempertahankan satu kondiri keadilan.
2)      Jika dirasakan adanya kondisi ketidakadilan, kondisi ini menimbulkan ketegangan yang memotivasi orang untuk menguranginya atau menghilngkannya.
3)      Makin besar persepsi ketidakadilannya, makin besar motivasinya untuk bertindak mengurangi kondisi ketegangan itu.
4)      Orang akan mempersepsikan ketidakadilan yang tidak menyenangkan (misalnya, menerima gaji terlalu sedikit) lebih cepat daripada ketodakadilan yang menyenangkan (misalnya, mendapat gaji terlalu besar).
Jika persepsi ketidakadilan, menurut teori keadilan orang akan dapat melakukan tindakan-tindakan berikut (Howell & Dipboye, 1986).
1)      Bertindak mengubah masukannya, menambah atau mengurangi upayanya untuk bekerja.
2)      Bertindak untuk mengubah hasil keluarannya, ditingkatkan atau diturunkan.
3)      Menggeliat atau merusak secara kognitif masukan dan hasil keluarannya sendiri, mengubah persepsinya tentang perbandingan masukan dan hasil keluarannya sendiri.
4)      Bertindak terhadap orang lain untuk mengubah masukan dan hasil keluarannya.
5)      Secara fisik meninggalkan situasi, keluar dari pekerjaan.
6)      Berhenti membandingkan masukan dan hasil keluaran dengan orang lain dan mengganti dengan acuan lain atau mencari orang lain untuk dibandingkan.

MENINGKATKAN MOTIVASI KERJA
1.      Peran Pemimpin/Atasan
Ada dua cara pokok untuk meningkatkan motivasi kerja yaitu bersikap keras dan memberi tujuan yang bermakna.

a.       Bersikap Keras
Dengan memaksakan tenaga kerja untuk berkerja keras atau memberikan ancaman, maka tenaga kerja kalau tidak dapat menghindarkan diri dari situasi yang mengancam tersebut, akan bekerja keras misalnya atasan ingin menegakkan disiplin kerja sehingga menuntut bawahannya datang tepat waktu dan tampak selama jam-jam kerja terus melaksanankan tugas mereka sampai berakhirnya jam kerja mereka serta mengancam akan menghukum mereka yang sekian kali tidak datang tepat waktu atau tampak malas  pada kerjanya.
Gaya kepemimpinan yang lebih berorientasi pada tugas menggunakan model ini untuk memotivasi tenaga kerja. Bila tenaga kerja mengharkat tinggi nilai taat kepada atasan maka ia akan melakukan pekerjaannya sebagai kewajiban dan tidak merasa di paksa untuk bekerja, dan unjuk kerjanya akan bagus.

b.      Memberi Tujuan yang Bermakna
Tenaga kerja yang bersangkutan ditemukan tujuan-tujuan yang bermakna, sesuai dengan kemampuannya,yang dicapai melalui prestasi kerjanya yang tinggi. Misalnya tenaga kerja mengharapkan mampu mencicil rumah untuk dirinya setelah bekerja lima tahun pada perusahaan.cicilan tiap bulannya tidak memberatkannya dan akan selesai dalam 10 tahun. Pendekatan ini mempergunakan teori penetapan tujuan dari Locke dan dapat digambarkan. Tenaga kerja menghadapi banyak alternatif kegiatan mempunyai daya tarik yang sama kecuali satu .daya tarik alternatif kegiatan ini sangat besar.ia akan memutuskan untuk melakukan kegiatan ini. Pada umumnya sasaran tenaga kerja yang ingin dicapai dengan bekerja pada suatu perusahaan berjumlah lebih dari satu. Model ini digunankan dalam gaya kepemimpinan situasional selling dan participating, juga dalam kepemimpinan transformasional dan transaksional.

2.      Peran Diri Sendiri
Mereka memerlukan orang lain untuk mendorong mereka,’memaksa’ mereka untuk bekerja. Sistem nilai pribadi mereka memprioritaskan kegiatan lain dalam kehidupan. Penyadap karet yang bekerja salama satu minggu.setelah mendapat upah mingguannya,minggu berikutnya ia tidak bekerja dan melakukan kegiatan-kegiatan lain.kepemimpinan transformasional dan transaksional dapat membantu tenaga kerja menjadi tenaga kerja dengan motivasi kerja yang proaktif.

3.      Peran Organisasi
Berbagai kebijakan dan peraturan perusahaan dapat ‘menarik’ atau ‘mendorong’ motivasi kerja seorang tenaga kerja. Gugus Kendali Mutu (GKM) merupakan satu kebijakan yang dituangkan kedalam berbagai peraturan yang mendasari kegiatan dan yang mengatur pertemuan pemecahan masalah dalam kelompok kecil khususnya kelompok pekerja (operator). Gerakan Gugus Kendali Mutu berasal dari jepang yang dibawa masuk oleh orang jepang yang pekerja dalam perusahaan patungan jepang-iandonesia. Kebijakan lain yang berkaitan dengan motifasi kerja ialah kebijakan di bidang imbalan keuangan. Misalnya selain gaji kepada tenaga kerja juga memberi tambahan pengahasilan yang besarnya ditetapkan dalam peraturan tersendiri apabila behasil menjual benda tertentu yang sulit dijual, maka penjual mendapat sejumlah uang tambahan yang relatif  besar.



 Sumber : Munandar, Ashar Sunyoto. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia