Motivasi Kerja
Posted
Setiap hari secara sadar maupun tidak sadar kita dihadapi
dan jalani dua macam situasi, yaitu situasi masalah (problem situation) dan situasi pilihan (choice situation) yang juga dinamakan situasi konflik.
Dalam situasi masalah seseorang menghadapi berbagai macam
rintangan dalam upayanya mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Proses dan
besarnya upaya seorang untuk mengatasi rintangan-rintangan agar dapat mencapai
tujuannya menggambarkan besar motivasinya.
Dalam situasi pilihan, seseorang menghadapai beberapa
alternative keputusan atau tindakan yang dapat ia amabil. Setiap keputusan atau
tindakan mengarah ke tercapainya tujuan tertentu, mengarah ke timbulnya
akibat-akibat tertentu. Tujuan atau akibat ini memiliki aspek-aspek yang
negative. Orang akan berada dalam konflik mempunyai kesulitan untuk memilih,
jika alternatif-alternatif keputusannya atau tindakannya akan menimbulkan
akibat yang mengandung aspek-aspek negatif yang juga sama nilainya.
Pertanyaan
yang mendasari pertimbangan pemilihan alternative ialah: “Keputusan atau
tindakan manakah yang paling bermanfaat bagi saya?”. Paling bermanfaat artinya
yang paling banyak memenuhi kebutuhan. Dengan memilih satu keputusan/tindakan,
ada sekelompok kebutuhan yang dipenuhi dan ada sekelompok kebutuhan yang tidak
dipenuhi. Memilih alternative keputusan atau tindakan merupakan awal dari
motivasi. Dengan mengambil satu keputusan (melaksanakan satu tindakan) dengan
kata lain, dengan memilih salah satu alternative keputusan (tindakan), maka
orang memasuki situasi masalah. Dalam upaya mencapai yang diinginkan mencapai
tujuan, ia akan menjumpai berbagai rintangan.
PENGERTIAN
1. Motivasi Kerja
Motivasi
adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk
melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu.
Tujuan yang berhasil dicapai akan memuaskan atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan
tersebut.
Dengan
kebutuhan, yang dimasukan ke dalam diri (internal
state) akan mendapatkan hasil atau keluaran-keluaran tertentu yang menjadi
menarik. Misalnya, rasa haus yang merupakan kebutuhan untuk minum menyebabkan
kita tertaik pada air yang segar. Jika kitas tidak haus kita bersikap netral
terhadap air.
Sekelompok
kebutuhan yang belum dipuaskan menciptakan suatu ketegangan yang menimbulkan
dorongan-doronga untuk melakukan serangkaian kegiatan (berperilaku mencari)
untuk menemukan dan mencapai tujuan-tujuan khusus yang memuaskan sekelompok
kebutuhan tadi yang berakibat berkurangnya ketegangan.
Perilaku
mencari dapat merupakan perilaku yang aktif atau proaktif. Mencari sesuatu yang
dapat memenuhi kebutuhan, dapat pula merupakan perilaku yang reaktif.
lingkungan menyodorkan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan. Misalnya, ketika
kita sedang berkerja kemudian ada yang menawarkan makan, kita menjadai sadar
bahwa kita sedang lapar. Pada waktu melakukan perilaku mencari secara akti,
motivasi ‘didorong keluar’. Pada waktu perilaku mencari reaktif, motivasi
‘ditarik keluar’.
Pada
tahap ‘dorongan-dorongan’ dan tahap ‘melakukan kegiatan-kegiatan’ individu
berada dalam situasi pilihan, tujuan-tujan apa saja yang ingin dan diperkirakan
dapat dicapai, yang diharapkan akan memenuhi kelompok kebutuhan apa saja.
Masing-masing tujuan memiliki harkat (valance)
yang berbeda-beda bagi individu.
Pada
akhir tahap ‘melakukan serangkaian kegiatan’ individu telah mengambil keputusan
apa yang telah ia pilih sehingga memasuki situasi masalah. Ia menghadapi
berbagai rintangan untuk dapat mencapai tujuannya dan memenuhi sekelompok
kebutuhannya.
Tidak
semua kebutuhan dapat dipuaskan pada satu saat. Pada suatu saat sekelompok
kebutuhan dapat dipuaskan, pada saat lain kelompok kebutuhan lain. Pemuasan
kebutuhan berlangsung terus menerus, secara sadar maupun tidak sadar.
2. Kajian Motivasi dengan Unjuk Kerja
Kaitan
motivasi kerja dengan unjuk kerja dapat diungkapkan sebagai berikut, unjuk
kerja (performance) adalah hasil
interaksi antara motivasi kerja, kemampuan (abilities),
dan peluang (opportunities), dengan perkataan lain unjuk kerja adalah
fungsi dari motivasi kerja kali kemampuan kali peluang (Robins, 2000).
Diungkapkan dalam rumus:
|
Bila
motivasi kerja rendah, maka unjuk kerjanya akan rendah pula meskipun kemampuannya
ada dan baik, serta peluangnya pun tersedia.misalnya, seorang sarjana computer
bekerja dalam perusahaan konsultasi dalam bidang teknologi informasi sebagai tenaga ahli
(peluang ada, dan punya kemampuan yang diperlukan). Namun suasana kerja, hubungan
antar tenaga kerja, kebijakan perusahaan tidak dirasakan sesuai, maka
‘semangat’ kerjanya menurun dengan hasil
unjuk kerjanya kurang. Sebaliknya jika motivasi kerjanya besar, namun peluang
untuk menggunakan kemampuan-kemampuannya tidak ada atau tidak diberikan, unjuk
kerjanya juga akan rendah. Jika motivasi kerja tinggi, peluang ada, namun
karena keahliannya dalam bidang ilmu komputer tidak pernah ditingkatkan lagi,
unjuk kerjanya juga tidak akan tinggi.
Motivasi
kerja seseorang dapat lebih bercorak proaktif. Pada motivasi kerja yang
proaktif orang akan berusaha untuk meningkatkan kemampuan-kemampuannya sesuai
dengan yang dituntut oleh pekerjaannya dan akan berusaha untuk mencari,
menemukan atau menciptakan peluang dimana ia dapat menggunakan kemampuan-kemampuannya
untuk untuk dapat berunjuk kerja yang tinggi.
TEORI
MOTIVASI
Terdapat
delapan teori motivasi yaitu empat dari teori isi dan empat lagi dari teori
motivasi proses. Teori isi terdiri dari teori tata tingkat kebutuhan, teori
eksistensi-relasi-pertumbuhan, teori dua faktor, dan teori motivasi
berprestasi. Sedangkan teori motivasi proses yaitu teori teori pengukuhan (reinforcement), teori penetapan tujuan (goal setting), teori harapan (expectancy), dan teori keadilan (equity). Teori motivasi isi berkeyakinan tentang adanya kondisi
internal dalam individu yang dinamakan kebutuhan atau motif. Teori proses bersibuk
diri dengan menemukenali dan memepelajari proses-proses yang memeperkrasai,
mempertahankan dan mengakhiri perilaku.
1. Teori Motivasi Isi
a. Teori
Tata Tingkat Kebutuhan
Teori tata tingkat
kebutuhan dari Maslow merupakan teori motivasi kerja yang paling luas dikenal.
Maslow berpendapat bahwa kondisi manusia berada dalam kondisi mengejar yang
bersinambung. Jika satu kebutuhan dipenuhi, langsung kebutuhan tersebut diganti
oleh kebutuhan lain. Proses berkeinginan secara nonstop memotivasi kita sejak
lahir sampai meninggal. Maslow selanjutnya mengajukan bahwa ada lima kelompok
kebutuhan yaitu kebutuhan faali (psikologikal), rasa aman, social, harga diri,
dan aktualisasi diri.
Menurut Maslow,
individu dimotivasi oleh kebutuhan yang belum dipuaskan, yang paling rendah,
paling dasar dalam tata tingkat. Begitu tingkat kebuthuan terpuaskan, ia tidak
akan lagi memotivas perilaku. Maslow juga menekankan bahwa makin tinggi tingkat
kebutuhan, makin tidak penting ia untuk memepertahankan hidup (survival) dan makin lama pemenuhannya
dapat ditunda
1)
Kebutuhan fisiologikal(faali). Kebutuhan
yang timbul berdasarkan kondisi fisiologikal badan kita, seperti kebutuhan
untuk makanan dan minuman, kebutuhan akan udara segar (oksigen).
2)
Kebutuhan rasa aman. Kebutuhan ini
mencakup kebutuhan untuk dilindungi dari bahaya dan ancaman fisik.
3)
Kebutuhan social. Kebutuhan ini member
dan menerima persahabatan, cinta kasih, rasa simpati (belonging).
4)
Kebututhan harga diri (esteem needs). Kebutuhan ini dibagi
menjadi dua jenis: (a) yang mencakup faktor internal, seperti kebutuhan harga
diri, kepercayaan diri, otonomi dan kompensasi; (b) yang mencakup faktor
eksternal, kebutuhan yang menyangkut reputasi seperti mencakup kebutuhan untuk
dikenali dan diakui (recognition),
dan status.
5)
Kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan
untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dirasakan dimiliki.
b. Teori
Eksistensi, Relasi, Pertumbuhan
Teori motivasi ini
dikenal sebagai teori ERG yaitu singkatan dari Existence, Relatedness,
dan Growth needs. Teori ini
dikembangkan oleh Arderfer, dan merupakan satu modifikasi dan reformulasi dari
teori tata tingkat kebutuhan dari Maslow. Alderfer mengelompokkan kebutuhan
tersebut dalam tiga kelompok, yaitu:
1) Kebutuhan
eksistensi (existence needs),
merupakan kebutuhan akan substansi material seperti keinginan untuk memperoleh
makanan, air, perumahan, uang, mebel, dan mobil.
2) Kebutuhan
hubngan (relatedness needs),
merupakan kebutuhan untuk membagi pikiran dan perasaan dengan orang lain dan
membiarkan mereka menikmati hal-hal yang sama dengan kita.
3) Kebutuhan
pertumbuhan (growth needs), merupakan
kebutuhan yang dimiliki seseorang untuk mengembangkan kecakapan mereka secara
penuh.
Beberapa dasar teori
ini ialah bahwa: (a) makin lengkap satu kebutuhan yang lebih konkret dipuasi,
makin besar keinginan/dorongan untuk memuaskan kebutuhan yang kurang
konkret/abstrak, dan (b) makin kurang lengkap satu kebututhan dipuasi, makin
besar keinginannya untuk memuaskannya.
Sesuai dengan teori
dari Maslow, teori Alderfer ini menganggap bahwa fulfillment progression (maju ke pemenuhan kebutuhan yang lebih
tinggi tingkatannya sesudah kebutuhan pada tingkat yang lebih randah dipuas)
juga penting. Menurut Alderfer, jika kebutuhan tingkat yang lebih tinggi tidak
dapat dipuasi, maka individu maka meregress,
kembali ke usaha untuk memuaskan kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah.
Gejala ini ia namakan frustration regression.
c. Teori
Dua Faktor
Teori dua faktor juga
dinamakan teori hygiene motivasi yang
dikembangkan oleh Herzberg. Ia menemukan bahwa faktor-faktor yang menimbulkan
kepuasan kerja berbeda dengan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan
kerja. Faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yang ia namakan faktor
motivator, mencakup faktor-faktor yang berkaitan dengan isi dari pekerjaan,
yang merupakan faktor intrinsik dari pekerjaan yaitu:
1) Tanggung
jawab (responsibility), besar
kecilnya tanggung jawab yang dirasakan diberikan kepada seorang tenaga kerja.
2) Kemajuan
(advancement), besar kecilnya
kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam pekerjaannya.
3) Pekerjaan
itu sendiri, besar kecilnya tantangan yang dirasakan tenaga kerja dari
pekerjaannya.
4) Capaian
(achievement), besar kecilnya
kemungkinan tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang tinggi.
5) Pengakuan
(recognition), besar kecilnya
pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas unjuk kerjanya.
Jika faktor-faktor
tersebut tidak (dirasakan) ada, tenaga kerja, menurut Herzberg, merasa not satisfied (tidak lagi puas), yang
berbeda dari dissatisfied (tidak
puas).
Kelompok faktor yang
lain yang menimbulkan ketidakpuasan, berkaitan dengan konteks dari pekerjaan,
dengan faktor-faktor ekstrinsik dari pekerjaan yaitu:
1) Administrasi
dan kebijakan perusahaan, derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja dari
semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan
2) Penyeliaan,
derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan diterima oleh tenaga kerja.
3) Gaji,
derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan unjuk kerjanya.
4) Hubungan
antarpribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan
tenaga kerja.
5) Kondisi
kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas
pekerjaannya.
Faktor-faktor yang
termasuk dalam kelompok faktor motivator cenderung merupakan faktor-faktor yang
menimbulkan motivasi kerja yang lebih bercorak proaktif, sedangkan
faktor-faktor yang termasuk dalam kelompok faktor hygiene cenderung menghasilkan motivasi kerja yang lebih reaktif.
d. Teori
Motivasi Berprestasi
Teori ini dikembangkan
oleh David McClelland. Ia tidak saja meneliti tentang kebutuhan untuk
berprestasi (need for achievement),
tapi juga tentang kebutuhan untuk berkuasa (need
for power), dan kebutuhan untuk berafiliasi atau berhubungan (need for affiliation).
Mereka bergairah untuk melakukan sesuatu lebih
abik dan lebih efisien dibandingkan hasil sebelumnya. Dorongan ini yang disebut
kebutuhan untuk berprestasi (the
achievement need = nAch). Mereka
yang memiliki kebutuhan untuk berprestasi yang tinggi lebih menyukai
pekerjaan-pekerjaan dimana mereka memiliki tanggung jawab pribadi, akan
memperoleh balikan dan tugas pekerjaannya memiliki resiko yang sedang (moderate).
Kebutuhan untuk
berkuasa (need for power = nPow) ialah adanya keinginan kuat untuk
mengendalikan orang lain, untuk mempengaruhi orang lain, dan untuk memiliki
dampak terhadap orang lain.
Kebutuhan untuk
berafiliasi (need for affiliation = nAff ) merupakan kebutuhan yang sedikit
mendapat perhatian dan paling sedikit diteliti. Orang-orang dengan kebutuhan
untuk berafiliasi yang paling tinggi ialah orang-orang yang berusaha
mendapatkan persahabatan.
2. Teori Motivasi Proses
a. Teori
Pengukuhan
Teori ini berhubungan
dengan teori nelajar operant conditioning
dari Skinner. Teori ini memepunyai dua aturan pokok: aturan pokok yang
berhubungan dengan pemerolehan jawaban-jawaban yang benar, dan aturan pokok
lainnya yang berhubungan dengan penghilangan jawaban-jawaban yang salah.
Pengukuhan dapat
terjadi positif (pemberian ganjaran untuk satu jawaban yang diinginkan) atau
negatif (menghilangkan satu rangsang aversif jika jawaban yang diinginkan telah
diberikan), tetapi organism harus membuat kaitannya antara aksi atau
tindakannya dengan akibat-akibatnya.
Siegel dan Lane (1982),
mengutip Jablonske dan de Vries, memberi saran bagaimana manajemen dapat
meningkatkan motivasi kerja tenaga kerja, yaitu dengan:
1) Menentukan
jawaban apa yang diinginkan.
2) Mengkomunikasi
dengan jelas perilaku ini kepada tenaga kerja.
3) Mengkomunikasi
dengan jelas ganjaran apa yang akan diterima tenaga kerja jika jawaban yang
benar terjadi.
4) Memberika
ganjaran jika hanya jawaban yang benar yang dilaksanakan.
5) Memberikan
ganjaran kepada jawaban yang diinginkan pada saat yang paling memungkinkan,
yang terdekat dengan kejadiannya.
b. Teori
Penetapan Tujuan
Teori ini secara relatif
lempang dan sederhana. Aturan dasarnya ialah penetapan dari tujuan-tujuan
secara sadar. Menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusu dan yang
pernyataannya jelas dan dapat diterima oleh tenaga kerja, akan menghasilkan
unjuk kerja yang lebih tinggi daripad tujuan-tujuan yang takasa, tidak khusus,
dan yang mudah dicapai.
Manajemen Berdasarkan
Sasaran (Management By Ojectives =
MBO) menggunakan teori penetapan tujuan ini. Berdasarkan tujuan-tujuan
perusahaan, secara berurutan disusun untuk divisi bagian satuan kerja yang
terkecil untuk diakhiri penetapan sasaran kerja untuk setiap karyawan dalam
kurun waktu tertentu.
c. Teori
Harapan
Model teori harapan
dari Lawler mengajukan empat asumsi:
1) Orang
mempunyai pilihan-pilihan antara berbagai hasil keluaran yang secara potensial
dapat mereka gunakan. Dengan perkataan lain, setiap hasil keluaran alternatif
mempunyai harkat (valence = V), yang
mengacu pada ketertarikannya bagi seseorang.
2) Orang
mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa upaya (effort = E) mereka akan mengarah ke perilaku unjuk kerja (performance = P) yang dituju. Ini
diungkapkan sebagai harapan E-P.
3) Orang
mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa hasil-hasil keluaran (outcomes = O) tertentu akan diperoleh
setelah unjuk kerja (P) mereka. Ini diungkapkan dalam rumusan harapan P-O.
4) Dalam
setiap situasi, tindakan-tindakan dan upaya yang berkaitan dengan
tindakan-tindakan tadi yang dipilih oleh seseorang untuk dilaksanakan
ditentukan oleh harapan-harapan (E-P dan P-O) dan pilihan-pilihan yang dipunyai
orang pada saat itu.
Model harapan dari
Lawler menyatakan bahwa besar kecilnya motivasi seseorang dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
Indeks motivasi = jml
{(E-P) x jml [(P-O)(V)]}
d. Teori
Keadilan
Teori keadilan, yang
dikembangkan oleh Adams bersibuk diri dengan memberi batasan tentang apa yang
dianggap adil atau wajar oleh orang dalam kebudayaan kita ini dan reaksi-reaksi
mereka kalau berada dalam situasi-situasi yang dipersepsikan sebagai tidak
adil/wajar.
Teori keadilan
memepunyai empat asumsi dasar sebagai berikut:
1) Orang
berusaha untuk menciptakan dan mempertahankan satu kondiri keadilan.
2) Jika
dirasakan adanya kondisi ketidakadilan, kondisi ini menimbulkan ketegangan yang
memotivasi orang untuk menguranginya atau menghilngkannya.
3) Makin
besar persepsi ketidakadilannya, makin besar motivasinya untuk bertindak
mengurangi kondisi ketegangan itu.
4) Orang
akan mempersepsikan ketidakadilan yang tidak menyenangkan (misalnya, menerima
gaji terlalu sedikit) lebih cepat daripada ketodakadilan yang menyenangkan
(misalnya, mendapat gaji terlalu besar).
Jika persepsi
ketidakadilan, menurut teori keadilan orang akan dapat melakukan
tindakan-tindakan berikut (Howell & Dipboye, 1986).
1) Bertindak
mengubah masukannya, menambah atau mengurangi upayanya untuk bekerja.
2) Bertindak
untuk mengubah hasil keluarannya, ditingkatkan atau diturunkan.
3) Menggeliat
atau merusak secara kognitif masukan dan hasil keluarannya sendiri, mengubah
persepsinya tentang perbandingan masukan dan hasil keluarannya sendiri.
4) Bertindak
terhadap orang lain untuk mengubah masukan dan hasil keluarannya.
5) Secara
fisik meninggalkan situasi, keluar dari pekerjaan.
6) Berhenti
membandingkan masukan dan hasil keluaran dengan orang lain dan mengganti dengan
acuan lain atau mencari orang lain untuk dibandingkan.
MENINGKATKAN
MOTIVASI KERJA
1. Peran Pemimpin/Atasan
Ada
dua cara pokok untuk meningkatkan motivasi kerja yaitu bersikap keras dan
memberi tujuan yang bermakna.
a. Bersikap
Keras
Dengan memaksakan
tenaga kerja untuk berkerja keras atau memberikan ancaman, maka tenaga kerja
kalau tidak dapat menghindarkan diri dari situasi yang mengancam tersebut, akan
bekerja keras misalnya atasan ingin menegakkan disiplin kerja sehingga menuntut
bawahannya datang tepat waktu dan tampak selama jam-jam kerja terus
melaksanankan tugas mereka sampai berakhirnya jam kerja mereka serta mengancam
akan menghukum mereka yang sekian kali tidak datang tepat waktu atau tampak
malas pada kerjanya.
Gaya kepemimpinan yang
lebih berorientasi pada tugas menggunakan model ini untuk memotivasi tenaga
kerja. Bila tenaga kerja mengharkat tinggi nilai taat kepada atasan maka ia
akan melakukan pekerjaannya sebagai kewajiban dan tidak merasa di paksa untuk
bekerja, dan unjuk kerjanya akan bagus.
b. Memberi
Tujuan yang Bermakna
Tenaga kerja yang
bersangkutan ditemukan tujuan-tujuan yang bermakna, sesuai dengan
kemampuannya,yang dicapai melalui prestasi kerjanya yang tinggi. Misalnya
tenaga kerja mengharapkan mampu mencicil rumah untuk dirinya setelah bekerja
lima tahun pada perusahaan.cicilan tiap bulannya tidak memberatkannya dan akan
selesai dalam 10 tahun. Pendekatan ini mempergunakan teori penetapan tujuan
dari Locke dan dapat digambarkan. Tenaga kerja menghadapi banyak alternatif
kegiatan mempunyai daya tarik yang sama kecuali satu .daya tarik alternatif
kegiatan ini sangat besar.ia akan memutuskan untuk melakukan kegiatan ini. Pada
umumnya sasaran tenaga kerja yang ingin dicapai dengan bekerja pada suatu
perusahaan berjumlah lebih dari satu. Model ini digunankan dalam gaya
kepemimpinan situasional selling dan participating, juga dalam kepemimpinan
transformasional dan transaksional.
2. Peran Diri Sendiri
Mereka
memerlukan orang lain untuk mendorong mereka,’memaksa’ mereka untuk bekerja.
Sistem nilai pribadi mereka memprioritaskan kegiatan lain dalam kehidupan.
Penyadap karet yang bekerja salama satu minggu.setelah mendapat upah
mingguannya,minggu berikutnya ia tidak bekerja dan melakukan kegiatan-kegiatan
lain.kepemimpinan transformasional dan transaksional dapat membantu tenaga
kerja menjadi tenaga kerja dengan motivasi kerja yang proaktif.
3. Peran Organisasi
Berbagai
kebijakan dan peraturan perusahaan dapat ‘menarik’ atau ‘mendorong’ motivasi
kerja seorang tenaga kerja. Gugus Kendali Mutu (GKM) merupakan satu kebijakan
yang dituangkan kedalam berbagai peraturan yang mendasari kegiatan dan yang
mengatur pertemuan pemecahan masalah dalam kelompok kecil khususnya kelompok
pekerja (operator). Gerakan Gugus Kendali Mutu berasal dari jepang yang dibawa
masuk oleh orang jepang yang pekerja dalam perusahaan patungan
jepang-iandonesia. Kebijakan lain yang berkaitan dengan motifasi kerja ialah
kebijakan di bidang imbalan keuangan. Misalnya selain gaji kepada tenaga kerja
juga memberi tambahan pengahasilan yang besarnya ditetapkan dalam peraturan
tersendiri apabila behasil menjual benda tertentu yang sulit dijual, maka
penjual mendapat sejumlah uang tambahan yang relatif besar.
Sumber : Munandar, Ashar Sunyoto. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia
Sumber : Munandar, Ashar Sunyoto. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia
This entry was posted
on 21.47
.
You can leave a response
and follow any responses to this entry through the
.