E. B.F. SKINNER
Belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah
laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar
dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik
biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi
bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian,
bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang
komplek (Paul, 1997).
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Pendahuluan
Behaviorisme
merupakan sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh J.B. Watson. Sama halnya dengan psikoanalisis, behaviorisme
juga merupakan aliran yang revolusioner, kuat dan berpengaruh serta memiliki akar
sejarah yang cukup dalam. Selain Watson ada beberapa orang yang dipandang
sebagai tokoh behaviorsime, diantaranya adalah Ivan Pavlov, E.L. Thorndike,
B.F. Skinner, dll. Namun demikian bila orang berbicara kepribadian atas dasar
orientasi behevioristik maka nama yang senantiasa disebut adalah Skinner
mengingat dia adalah tokoh behaviorisme yang paling produktif dalam
mengemukakan gagasan dan penelitian, paling berpengaruh,
serta paling berani dan tegas dalam menjawab tantangan dan kritik-kritik atas
behaviorisme (Koeswara, 2001 : 69). Paradigma yang dipakai untuk membangun
teori behavioristik adalah bahwa tingkah laku manusia itu fungsi stimulus,
artinya determinan tingkah laku tidak
berada di dalam diri manusia tetapi bearada di lingkungan (Alwisol, 2005 : 7).
Pavlov, Skinner, dan Watson dalam berbagai eksperimen mencoba menunjukkan
betapa besarnya pengaruh lingkungan terhadap tingkah laku. Semua tingkah laku
termasuk tingkah laku yang tidak dikehendaki, menurut mereka, diperoleh melalui
belajar dari lingkungan.
Teori
Kepribadian Skinner
1. Asumsi
yang Dipakai Skinner
Skinner menjelaskan perilaku manusia dengan tiga
asumsi dasar, dimana asumsi pertama dan kedua pada padasarnya menjadi asumsi psikologi
pada umumnya, bahkan juga merupakan asumsi semua pendekatan ilmiah (Alwisol,
2005 : 400). Ketiga asumsi tersebut adalah :
a.
Tingkah laku itu mengikuti hukum
tertentu (behavior is lawful). Ilmu
adalah usaha untuk menemukan keteraturan, menunjukkan bahwa peristiwa tertentu
berhubungan secara teratur dengan peristiwa lain.
b.
Tingkah laku dapat diramalkan (behavior
can be predicted). Ilmu bukan hanya menjelaskan tetapi juga meramalkan.
Bukan hanya menangani peristiwa masa lalu tetapi juga masa yang akan datang.
Teori yang berdaya guna adalah yang memungkinkan dilakukannya prediksi mengenai
tingkah laku yang akan datang dan menguji prediksi itu.
c.
Tingkah laku dapat decontrol (behavior can be controlled). Ilmu dapat
melakukan antisipasi dan menentukan / membentuk tingkah laku seseorang.
2. Pokok-pokok
Pandangan Skinner
a.
Struktur Kepribadian
Skinner
tidak tertarik dengan variable struktural dari kepribadian. Menurutnya, mungkin
dapat diperoleh illusi yang menjelaskan dan memprediksi tingkah laku
berdasarkan faktor-faktor yang tetap dalam kepribadian, tetapi tingkah laku
hanya dapat diubah dan dikendalikan dengan mengubah lingkungan. Sedangkankan
unsur kepribadian yang dipandangnya relatif tetap adalah tingkah laku itu
sendiri. Menurut Skinner ada dua klasifikasi tingkah laku yaitu :
1)
ingkah laku responden (respondent
behavior), adalah respon yang dihasilkan (elicited) organisme untuk
menjawab stimulus yang secara spesifik berhubungan dengan respon itu.
2)
Tingkah laku operan (operant behavior),
adalah respon yang dimunculkan (emittes) organisme tanpa adanya stimulus
spesifik yang langsung memaksa terjadinya respon itu. Bagi Skinner, faktor
motivasional dalam tingkah laku bukan elemen struktural. Dalam situasi yang
sama tingkah laku seseorang bisa berbeda-beda kekuatan dan keringan munculnya.
Dan itu bukan karena kekuatan dari dalam diri individu atau motivasi. Menurut
Skinner variasi kekuatan tingkah laku tersebut disebabkan oleh pengaruh
lingkungan.
b.
Dinamika Kepribadian
1)
Kepribadian dan belajar. Kepedulian
utama Skinner berkenaan dengan kepribadian adalah mengenai perubahan tingkah
laku. Hakikat toeri Skinner adalah teori belajar, bagaimana individu memiliki
tingkah laku baru, menjadi lebih terampil, menjadi lebih tahu dan mampu, dst.
2)
Psikologi
Kepribadian. Menurut Skinner kepribadian dapat
dipahami dengan mempertimbangkan perkembangan tingkah laku dalam hubungannya yang
terus-menerus dengan lingkungannya. Cara yang efektif untuk mengubah dan
mengontrol tingkah laku adalah dengan melakukan penguatan (reinforcement).
Dalam teori Skinner penguatan dianggap sangat penting untuk membentuk tingkah
laku. Menurut Skinner, ada dua macam penguatan :
·
Reinforcement positif, yaitu efek yang
menyebabkan tingkah laku diperkuat atau sering dilakukan.
·
Reinforcement negatif, yaitu efek yang
menyebabkan tingkah laku diperlemah atau tidak diulangi lagi.
3)
Pembentukan perilaku dan perilaku
berantai. Dalam melatih suatu perilaku., Skinner mengemukakan istilah shaping,
yaitu upaya secara bertahap untuk membentuk perilaku, mulai dari bentuk yang
paling sederhana sampai bentuk yang paling kompleks. Menurut Skinner terdapat 2
unsur dalam pengertian shaping, yaitu :
·
Adanya penguatan secara berbeda-beda (differential
reinforcement), yaitu ada respon yang diberi penguatan dan ada yang tidak
diberi penguatan.
·
Upaya mendekat terus-menerus (successive
approximation) yang mengacu pada pengertian bahwa hanya respon yang sesuai
dengan harapan eksperimenter yang diberi penguat.
Sumber: Feist, J. & Feist, G. J. (2006). Theories of personality. (Ed. Ke-6). New York: McGraw-Hill Inc.
This entry was posted
on 19.23
.
You can leave a response
and follow any responses to this entry through the
.