Carl G Jung 2
Posted
DINAMIKA
KEPRIBADIAN
1. Kausalitas dan Teleologi
Kausalitas
menyatakan bahwa masa kini menyajikan kondisi pada saat ini dan dalam
pengalaman yang asli. Freud sangat bersandar pada penjelasannya bahwa sikap
orang dewasa bergantung pada pengalaman masa kecilnya. Jung mengkritisi
pendapat ini dan mengatakan bahwa Freud bergantung pada satu sisi saja, yaitu
kausalitas dan bersikeras bahwa pandangan kausal tidak dapat menjelaskan seluruh
motivasi. Sebaliknya teleologi menyatakan bahwa kejadian masa kini dimotivasi
oleh tujuan dan aspirasi akan masa depan yang secara langsung menentukan nasib
seseorang. Adler juga berpendapat mengenai hal ini dan bersikeras bahwa
orang-orang termotivasi oleh persepsi kesadaran dan ketidaksadaran dari tujuan
akhir fiktif. Jung tidak sekeras Adler dalam masalah ini, tetapi Jung
mengatakan bahwa perilaku manusia dibentuk oleh kedua faktor kekuatan kasual
serta teleologi dan bahwa penjelasan kausal haruslah seimbang dengan penjelasan
teleologi.
Pendapat
Jung pada keseimbangan terlihat dari konsepnya tentang mimpi. Ia setuju dengan
Freud bahwa kebanyakan mimpi dilahirkan akibat kejadian masa lalu dan itu
dikarenakan pengalaman sebelumnya. Di lain pihak, Jung mengklaim bahwa beberapa
mimpi dapat membantu seseorang untuk menentukan arah masa depannya, seperti
mimpi mengambil penemuan yang penting dalam bidang pengetahuan alam yang akan
menentukan kariernya di kemudian hari.
2. Progesi dan Regresi
Untuk
mencapai realisasi diri, orang harus mengadaptasi tidak hanya lingkungan luar
mereka, tetapi juga dunia dalam diri mereka sendiri. Adaptasi kepada dunia luar
meliputi aliran keluar dari energi psikis yang disebut dengan progesi, sedangkan adaptasi ke dalam
bergantung pada energi yang berlawanan arahnya yang disebut dengan regresi. Kedua hal tersebut sangat
penting bagi manusia jika mereka ingin mencapai tingkat perkembangan individu
dan realisasi diri.
Progesi
akan membuat manusia bereaksi secara konsisten terhadap kondisi lingkungan
tertentu, sedangkan regresi adalah suatu langkah mundur yang diperlukan dalam
sebuah perjalanan menuju kesuksesan. Regresi mengaktifkan psikis
ketidaksadaran, sebuah alat penting untuk mencari solusi bagi semua masalah.
Jika berdiri sendiri, baik progesi ataupun regresi, maka tidak ada yang dapat
bergerak menuju pembangunan diri. Masing-masing dapat menjadi terlalu
berpengaruh sehingga akan berakibat kegagalan dalam proses adaptasi. Akan
tetapi, jika keduanya bersatu, maka keduanya dapat bekerja sama mengaktifkan
proses pengembangan kepribadian yang sehat.
Regresi
dapat dilihat dalam krisis paruh baya yang dialami Jung, masa di mana kondisi
psikisnya berbalik menuju ketidaksadaran dan menjauh dari pencapaian yang
signifikan. Jung menghabiskan sebagian besar waktunya bergulat dengan
ketidaksadaran psikisnya dan sedikit sekali meluangkan waktu untuk menulis atau
mengajar (memberikan kuliah). Regresi mendominasi hidupnya pada saat progesi hampir mendekati titik nadir. Setelah
itu, Jung bergerak dari periode ini
menuju keseimbangan psikis dan sekali lagi ia menjadi tertarik dengan dunia
luar. Akan tetapi, pengalaman regresifnya dengan dunia dalam (introverted
world) telah membekas secara permanen dan membuatnya berubah. Jung percaya
bahwa langkah regresif diperlukan untuk menciptakan kepribadian yang seimbang
dan untuk menumbuhkan proses realisasi diri.
TIPE
PSIKOLOGIS
Selain
tingkatan psikis dan kepribadian yang dinamis, Jung mengenali berbagai jenis
psikologis yang menumbuhkan kesatuan dari dua sikap dasar introversi dan
ekstroversi serta empat fungsi yang terpisah-berpikir thingking, merasakan
dengan indra (feeling), merasakan dengan hati (sensing), dan intuisi
(intuition).
1. Sikap
Jung
mendefinisikan sikap (attitude)
sebagai suatu kecenderungan untuk beraksi atau bereaksi dalam sebuah arah
karakter. Ia bersikeras bahwa setiap orang memiliki kedua sisi sikap ekstrover
dan introver, walaupun hanya satu yang dapat aktif pada saat satu sikap lainnya
tidak aktif. Seperti kekuatan psikologi analitis lainnya, introversi dan
ekstroversi menyumbangkan hubungan satu dengan lainnya yang dapat
diilustrasikan dengan motif yin dan yang.
·
Introversi
Menurut Jung, introversi adalah
aliran energi psikis ke arah dalam yang memiliki orientasi subjektif. Introver
memiliki pemahaman yang baik terhadap dunia dalam diri mereka, dengan semua
bias, fantasi, mimpi, dan persepsi yang bersifat individu. Orang-orang ini akan
menerima dunia luar dengan sangat selektif dan dengan pandangan subjektif
mereka.
Cerita mengenai Jung
menunjukkan adanya dua tahapan yang terjadi saat introversi , menjadi sikap
yang dominan. Tahapan pertama terjadi saat remaja, pada saat ia baru memahami
tentang kepribadiannya yang lain, yang berada diluar kepribadian ekstrovernya.
Sedangkan tahapan kedua, terjadi saat jung menghadapi konfrontasi pada krisis
paruh baya dengan ketidaksadaran sendiri, yaitu saat ia mengalami percakapan
anima, mengalami mimpi-mimpi yang aneh, dan mendapatkan visi tentang psikosis yang dapat ia jelaskan. Dalam tahap
krisis introver tersebut. Fantasi yang dimilikinya menjadi sangat personal dan
subjektif. Orang lain, termasuk istrinya tidak dapat memahami apa sedang ia
lalui. Mungkin hanya Toni wolff yang dapat menbantunya keluar dari konfrontasi
yang ia alami dengan ketidaksadarannya sendiri. Dalam konfrontasi tesebut, jung
mengabaikan sebagian besar sikap ekstrovernya. Ia berhenti mengurus pasiennya,
berhenti dari pekerjaannya sebagai pengajar di University of zurich,
mengabaikan tulisan-tulisannya,dan selama tiga tahun berikutnya, ia mendapati
dirinya tidak mampu membaca buku buku sains. Jung sedang dalam proses
menemukan kutub introversi dari keberadaan
dirinya.
Perjalanan jung untuk
menemukan hal tersebut, bagaimanapun, tidak seluruhnya introver. Ia mengetahui
bahwa ia mengambil risiko terbelenggu oleh oleh dunia intervernya sendiri
kecuali ia tetap berpegangan pada sisi
ekstovernya. Oleh karena takut akan menjadi psikotik, maka ia memaksa dirinya
untuk melanjutkan hidup senormal mungkin dengan keluarganya dan profesinya.
Dengan cara ini, secara perlahan, jung dapat keluar dari perjalannya ke dunia
dalamnya dan berhasil membangun keseimbangan antara dunia introver dan
ekstrovernya.
·
Ekstroversi
Ekstroversi adalah
sebuah sikap yang menjelaskan aliran psikis kea rah luar sehingga orang yang
bersangkutan akan memiliki orientasi objektif dan menjauh dari subjektif.
Ekstrover akan lebih mudah dipengaruhi oleh sekelilingnya dibanding oleh kondisi
dirinya sendiri. Kepribadian Jung yang pertama saat anak-anak adalah sesuatu
yang pragmatis dan tertanam dengan baik dalam kehidupan sehari-hari. Pada saat
yang bersamaan, mereka juga terlalu curiga dengan sikap subjektif, mau itu ke
orang lain ataupun ke dirinya sendiri.
Kesimpulannya, orang
tidak ada yang seluruhnya introver atau ekstrover. Orang-orang dapat
diibaratkan sebagai kondisi jungkat-jungkit yang tidak setimbang. Bagaimanapun
orang yang secara sehat psikologis akan dengan dunia internal dan eksternalnya.
2. Fungsi
Kedua
sisi introversi dan ekstroversi dapat dikombinasikan dengan satu atau lebih
dari empat fungsi dan membentuk delapan kemungkinan orientasi atau jenis. Empat
fungsi mencakup thinking, feeling,
sensing, dan intuiting.
·
Thinking
Aktivitas intelektual
logika dapat memproduksi serangkaian ide yang disebut berfikir atau thinking. Jenis-jenisnya dapat dikatakan introvert dan ekstrover, bergantung
pada sikap seseorang.
Orang yang memiliki
karakteristik berfikir ekstrover sangat bergantung pada pemikiran yang nyata,
tetapi mereka juga menggunakan ide abstrak jika ide tersebut dapat
ditransmisikan kepada mereka secara langsung, contohnya dari guru ke orang tua.
Ahli matematika dan insinyur menggunakan tipe pemikiran seperti ini. demikian
pula dengan akuntan karena mereka harus sangat objektif saat berhubungan dengan
angka.
Orang yang memiliki
karakteristik berfikir introversi bereaksi terhadat rangsangan eksternal,
tetapi interpretasi mereka terhadap suatu kejadian lebih diwarnai oleh
pemaknaan internal yang mereka bawa dalam dirinya sendiri dibanding dengan
fakta objektif yang ada. Penemu filsuf adalah contoh profesi yang menggunakan
cara berfikir introver karena mereka bereaksi terhadap dunia eksternal dalam
sikap yang sangat subjektif juga kreatif dan menginterpretasikan data lama
dengan cara yang baru.
·
Feeling
Jung menggunakan kata
perasaan (feeling) untuk
mendeskripsikan proses evaluasi sebuah ide atau kejadian. Mungkin kata yang
lebih tepatnya yaitu pemberian nilai (valuing),
sebuah kata yang tidak membingungkan jika dibandingkan dengan sensing atau
intuiting. Sebagai contoh, saat orang mengatakan “benda itu terlihat kecil”
mereka menggunakan fungsi feeling mereka. Pada saat mereka mengatakan “saya
rasa hari ini merupakan hari sial saya”, mereka menggunakan intuisi, bukan
perasaan.
Fungsi perasaan harus
bisa dipisahkan dari emosi. Perasaan adalah sebuah evaluasi dari aktivitas
sadar yang dilakukan. Kebanyakan evaluasi tidak memiliki konten emosi, tetapi
mereka memiliki kemampuan untuk menjadi emosi jika intensitasnya meningkat
sampai pada suatu tahap yang memicu perubahan psikologis seseorang.
Orang dengan feeling
ekstrover menggunakan data objektif untuk melakukan evaluasi. Mereka tidak
banyak dibantu oleh opini subjektif mereka, tapi lebih oleh nilai eksternal dan
penilaian standar yang diterima luas.
Orang dengan feeling
introver mendasarkan penilaian mereka sebagian besar pada persepsi subjektif
dibandingkan dengan fakta objektif. Kritik terhadap berbagai bentuk seni
membutuhkan perasaan introver karena membuat penilaian terhadap sesuatu
berdasarkan data individual subjektif.
·
Sensing
Fungsi yang
memungkinkan manusia untuk menerima rangsangan fisik dan engubahnya ke dalam
bentuk kesadaran konseptual yang disebut dengan sensing (sensation). Sensing tidak dapat disamakan dengan rangsangan fisik,
tetapi bisa dikatakan sebagai sebuah persepsi individual terhadap impuls
sensor. Persepsi ini tidak bergantung pada pemikiran logis atau perasaan,
tetapi muncul sebagai fakta yang mutlak dan mendasar dalam diri setiap orang.
Orang dengan sensing
ekstrover menerima rangsangan eksternal secara objektif, kurang lebih sama
seperti rangsangan ini eksis dalam kenyataan. Hal ini menjadi sesuatu yang
penting bagi pekerjaan, seperti pengecat rumah, mencicip anggir (wine), pemeriksaan kesalahan cetak, atau
profesi lain yang mensyaratkan kepekaan alat indera kita.
Orang dengan sensing
introver biasanya sangat dipengaruhi oleh sensasi objektif akan penglihatan,
pendengaran, rasa, sentuhan, dll. Mereka dipengaruhi oleh interpretasi mereka
akan rangsangan sensing dibanding dengan rangsangan itu sendiri.
·
Intuisi
Intuisi meliputi
persepsi yang berada jauh di luar sistem kesadaran. Seperti sensing, intuisi
berdasarkan persepsi dari fakta mutlak yang mendasar, sesuatu yang disediakan
secara natural untuk berfikir dan merasa. Intuisi berbeda dari sensing karena
intuisi lebih kreatif dan kerap menambahkan atau mengurangi elemen dari sensasi
kesadaran.
Orang dengan intuisi
ekstraver selalu berorientasi pada fakta dalam dunia eksternal. Dibanding
melakukan sensing secara keseluruhan, mereka lebih suka mengidentifikasi fakta
secara subliminal. Oleh karena rangsangan sensori yang kuat kerap
mengintervensi intuisi, maka orang yang intuitif menekan sensasi mereka dan
dipadu dengan firasat dan perkiraan yang kontras jika dibandingkan data dari
indera.
Orang dengan intuisi
introver dipandu oleh persepsi ketidaksadaran terhadap fakta yang umumnya
subjektif dan memiliki sedikit atau bahkan tidak ada kesamaan dengan kenyataan
eksternal. Persepsi subjektif intuisi mereka kerap digambarkan sangat kuat dan
mampu memotivasi pengambilan keputusan dan moment yang besar. Orang-orang ini
seperti mistis, nabi, para fanatic agamis,dll.
PERKEMBANGAN
KEPRIBADIAN
Jung
percaya bahwa kepribadian berkembang melalui serangkaian tahap yang berujung
pada sebuah keutuhan pribadi atau realisasi diri. Berlawanan dengan Freud, Jung
menggarisbawahi tahap kedua dari kehidupan yaitu periode usia 35-40an tahun
saat seseorang mempunyai kesempatan untuk membawa seluruh aspek kepribadian
secara bersama-sama untuk mencapai tahap realisasi diri.
1. Tahap Perkembangan
Jung
mengkategorikan perkembangan menjadi 4 periode utama yaitu masa kanak-kanak,
masa muda, masa pertengahan, dan masa tua. Ia membandingkan perjalanan setiap
tahapan itu dengan perjalanan ke matahari melewati langit, dengan kecerahan
matahari diibaratkan sebagai faktor kesadaran. Matahari saat fajar diibaratkan
sebagai masa kanak-kanak, penuh dengan potensi, tapi masih belum memahami apa
arti sebuah kesadaran. Matahari pagi diibaratkan masa muda. Baru saja beranjak
dari horizon dan tidak mengetahui apapun yang akan terjadi dimasa depan.
Matahari menjelang tengah hari diibaratkan masa pertengahan, bersinar penuh,
tetapi sudah mengetahui bahwa ia sudah akan tenggelam sore nanti. Matahari sore
adalah manusia dimasa tuanya, yang mengetahui bahwa sebentar lagi ada waktunya
untuk tenggelam.
·
Masa
Kanak-kanak
Jung membagi periode
ini mnjadi tiga bagian, yaitu (1) anarkis, (2) monarkis, dan (3) dualistis.
Fase anarkis dikarakteristikandengan banyaknya kesadaran yang kacau dan sporadis. “pulau-pulau kesadaran”mungkin akan
tampak,tetapi sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali hubungan di antara
pulau-pulau kecil ini. Pengalaman yg primitif yg tidak mampu di gambarkan
secara akurat.
Fase monarkis dari usia
ini dikarakteristikan dengan perkembangan ego dan mulai berpikir secara logis
dan verbal. “pulau-pulau keadaran” akan berkembang semakin besar, lebih banyak,
dan lebih dihuni oleh ego primitif, walaupun ego dipersiaplkan sebagai objek
dan belum disadari sebagai penerima.
Ego sebagai penerima
mulai tumbuh dalam fase dualistis pada saat ego terbagi menjadi objektif dan
subjektif. Selama masa tersebut, “pulau-pulau kesadaran” menjadi sebuah pulau
yg menyatu dan dihuni oleh ego kompleks yang menyadari dirinya sebagai objek
dan subjek (Jung,1931/1960a).
·
Masa
Muda
Periode yang ditandai
dari pubertas sampai dengan masa pertengahan (paruh baya) disebut dengan masa
muda (youth). Menurut jung (1931/1960a),masa muda seharusnya menjadi periode
ketika aktivitas meningkat, mencapai kematangan seksual, menumbuhkan
kes5-adaran, dan pengenlan bahwa dunia dimana tidak ada masalah,seperti pada
waktu kanak-kanak sudah tidak ada lagi.
·
Masa
pertengahan (paruh baya )
Jung percaya bahwa msa
pertengahan atau paruh baya (middle life) berawal di usia 35-40 tahun, pada
saaat matahari telah melewati tengah hari dan mulai berjalan menuju terbenam,
walaupun penurunan ini dapat menyebabkan sejumlah orang di usia ini meningkat
kecemasannya,tetapi fase ini juga merupakan sebuah fase yang potensial.dalam
usaha nya menemukan idealisme,mereke akan berjuang keras untuk menjaga
penampilan dan gaya hidup masa mudanya. Menurut jung (1931/1960a),kebanyakan
dari kita tidak siap untuk”mengambil langkah menuju mas aatau fase berikutnya.
Bagaimana masa
pertengahan dapat kita jalani dengan sepenuh nya ? orang yg telah hidup pada
mas mudanya tanpa bersikap kekanak-kanakan atau dengan nilai-nilai masa
pertengahan akan lebih siap untuk hidup di fase ini.
·
Masa
Tua
Pada masa tua (old age)
atau lanjut usia menjelan, orang akan mengalami penurunan kesadaran, seperti
pada saat matahari berkurang sinarnya di waktu senja. takut akan kematian
sering disebut sebagai proses uyang normal, tetapi jung percaya bahwa kematian
adalah tujuan dari kehidupan dan hidup hanya bisa terpenuhi saat kematian
terlihat,pada tahun 1934 saat berusia 60 tahun, jung menulis :
“Biasanya kita
berpegangan pada masa lalu kita dan bertahan dengan ilusi muda,menjadi tua
bukanlah hal yg pupuler. Tidak ada yg memikirkan kemungkinan bahwa tidak bisa
menjadi tua adalah sama tidak mungkinnya dengan menahan perkembangan sepatu
anak-anak,seorang anak muda yg tidak berjuang dan menaklukan,akan kehilangan
bagian terbsik dari masa mudany,dan seorang tua yg tidak tahu bagaimana cara
mendengarkan cerita dari sebuah cerita saat mereka mulai jatuh dari
kejayaan,akan dianggap tidak masuk akal. Ia akan menjadi mumi spritual yg tidak
akan menjadi seseorang kecuali menjadi tonggak masa lalu saja (Jung,1934/1969,hlm.407).”
2. Realisasi Diri
Kelahiran
kembali psikologis atau terkadang disebut dengan realisasi diri atau Individuasi adalah proses untuk menjadi
sesorng atau seseorang secara utuh(jun,1939/1959,1945/1953). Psikologi
analistis sesungguhnya adalah psikologi kebalikan dan realisasi dirimerupakan
sebuah proses penyatuan kedua kutub menjadi sebuah individu yg homogen.orang yg
telah melewati proses ini telah mencapai realisasi diri, meminimalkan persona
mereka,menegenali anima dana animus-nya,serta
telah mencapai realisasi dir,meminimalkan pesona mereka, menegnali
anoima dan animus-ny,serta telah mencapai keseimbangan antara introversi dan
ekstraversi.
Realisasi
diri adalah suatu hal yg amat langka dan bisa dicapai hanya oleh mereka yg
telah dengan baik mengasimilasi kesadaran mereka dengan keseluruhan kepribadian
mereka. Orang-orang yang telah mencapai relaisasi diri harus mengijinkan
ketidaksadaran dirinya menjadi inti dari kepribadiannya. Tujuan memperbesar
kesadarannya adalah untuk meningkatkan ego dan memproduksi satu sisi manusia
yang kekurangan jiwa dari kepribadiannya. Orang yang sadar dengan
kepribadiannya tidaklah didominasi oleh proses ketidaksadarannya atau oleh ego
kesadarannya,tetpai mencapai keseimbangan anatara semua aspek kepribadiannya.
Orang yang mencapai realisasi diri mampu menempatkan dirinya di dunia eksternal
dan internalnya. Tidak sama seperti individu yang terganggu secara psikologis,
orang yang mencapai kesadaran pribadi hidup di dunia nyata dan membuat beberapa
pertimbangan.
This entry was posted
on 15.50
.
You can leave a response
and follow any responses to this entry through the
.