Carl G Jung 3
Posted
METODE
INVESTIGASI JUNG
Jung
melihat jauh melewati batasan psikologi, dalam usahanya memperoleh data untuk
membangun konsepnya menegenai kemanusiaan. Ia tidak menyesali perjalanannya
dalam berbagai bidang mulai dari sosiolog, sejarah, antropologi, biologi, fisika,
filologi, agama, mitologi, hingga filosofi. Ia sangat percaya bahwa
pembelajaran tentang kepribadian bukan hanya hak progresif sebuah ilmu tertentu
dan bahwa untuk memahami seorang secara utuh, kitaharus mengejar pengetahuan di
manapun ia berada, sama seperti freud, jung
secra konsisten menganggap dirinya sebagai peneliti sains, menghilangkan label
mistis dan filosofis.
Dalam
suratnya kepada calvin Hall, tertanggal 6 oktober 1945, ia mengatakan
bahwa “jika anda mengatakan pada saya
bahwa saya dengan serius mempelajari kekuatan gaib,magis,atau sihir(accultist)
karena saya dengan serius mempelajari agama, mitologi, cerita rakyat, serta
fantasi filosofis pada individu modern dan naskah kuno, maka sama saja kamu
mengatakan bahwa freud adalah seseorang yg melakukan pelecehan seksual karena
ia melakukan hal yg sama melalui fantasi seksual(jung,1975,hlm186).
1. Tes Asosiasi Kata
Jung
bukanlah orang pertama yang menggunakan tes asosiasi kata, tetapi ia dianggap
telah membantu mengembangkan dan mendefinisikan ulang tes tersebut.
Ide
awal penggunssn tes ini adalah untuk mendemonstrasikan validitas totonomi. Bagaimanapun, kegunaan utama tes
ini dalam psikologi jung adalah untuk membuka feeling-toned complexes. Seperti
yg telah dibahas pada bagian tingkatan psike, kompleks adalah berbagai hal
individualis dan bersifat emosional yang bergabung dan membentuk sekumpulan
gambaran di sekitar pusat inti kepribadian.
Beberapa
jenis reaksi mengindikasikan bahwa kata-kata yang menstimulus dapat menyentuh
kompleks. Respons kritis meiputi pernafasan yanga terbatas, perubahan dalam
konduktivitas listrik kulit, reaksi penundaaa, beragam respons, pengabaian
intrusksi, dan ketidakkonsistenan anatar hasil tes dan pengulangan tes. Respons
signifikan lainnya meliputi pipi yang bersemu mersh, gagap, tertawa, batuk,
menghela nafas, mendehem, menangis, gerakan badan yang berlebihan, dan
pengulangan kata stimulus.
2. Analisis Mimpi
Jung
setuju dengan freud bahwa mimpi memiliki makna dan makna itu harus disikapi
dengan serius. Ia juga setuju dengan freud bahwa mimpi berangkat dari timbulnya
kedalaman kondisi ketidaksadaran dan maknanya kemudian akan diwujudkan dalam
bentuk-bentuk yg simbolis.
Maksud
dari interpretasi mimpi jungian adalah untuk membuka elemen dari ketidaksadaran
personal dan kolektif serta mengintegrasikannya dalam sebuah kesadaran untuk
memfasilitasi proses realisasi diri. Terapis jungian harus dapat memhami bahwa
mimpi kerap kali merupakan kompensasi atau pengalihan, yaitu peraaan dan sikap
yang tidak diwujudkan dalam perjalanan hidup akan menemukan jalan nya melalui
mimpi. Dengan demikian, jika kesadran sesorang mendapatkan dirinya tidak
sempurna, maka ketidaksadaran orang itu akan mencoba jalan untuk memnuhi bagian
yang tidak sempurna lewat proses mimpi. Sebagai contoh, jika sebuah anima seseorang
menerima perkembangan kesadaran, maka ia akan menngekspresikan dirinya lewat
proses mimpi yang penuh dengan motif realisasi diri, yang nantinya akan
menyeimbangkan sisi maskulin dan orang tersebut(jung, 1916/1960).
Jung
merasa yakin bahwa mimpi menawarkan bukti keberadaan ketidaksadaran kolelektif,
mimpi ini termasuk mimpi besar (big dreams), yang memiliki arti khusu bagi
semua orang; dan mimpi paling awal yang diingat (earliest dreams remembered).
Jung
kemudian menerima mimpi tersebut sebagai sebuah bukti dari adanya tingkatan
kesadaran psiko. Lantai atas yang ia huni dalam mimpinya merupakan lapisan
psike paling atas. Lantai bawah merupakan lapisan pertama,kemudian lantai bawah
tanah yang ditemukan menjadi simbol bagi lapisan kesadaran psike yang terdalam.
Pada bagian gua, dimana jung menemukan dua tengkorak manusia, freud bersikeras
bahwa itu merupakan pertanda bahwa jung memiliki keinginan untuk mati. Akan
tetapi,jung melihat ini sebagai pertanda kedalaman dari ketidaksadaran
kolektifnya.
Jenis
yang kedua dari mimpi kolektif adalah mimpi biasa, yaitu mimpi yang biasa
dialami oleh kebanyakan orang. Mimpi ini meliputi gambaran arketipe, seperti
ibu,ayah,tuhan,iblis,atau orang tua bijak. Mimpi itu juga bisa berarti kejadian
arketipe, seperti kelahiran,kematian,perpisahan, dari orang
tua,baptis,pernikahan,terbang,atau menjelajahi gua. Mimpi-mimpi ini termasuk
juga objek araktipe,seperti matahari,air,ikan,ular atau binatang predator
lainnya.
Kategori
ketiga dari mimpi adalah mimpi paling awal yg diingat. Mimpi-mimpi ini dialami
saat kita berusia tiga atau empat tahun dan mengandung banyak unsur
mitologis,gambaran,dan motif simbol yang tidak dapat dijelaskan oleh anak-anak.
Mimpi ini bisa saja meliputi simbol, seperti pahlawan, orang tua bijak, pohon,
iklan, dan mandala. Jung (1948/1960b) menulis mengenai gambaran dan motif
tersebut, yaitu “kemunculan mimpi ini dalam material individu sama seperti
distribusi universalnya, membuktikan bahwa psike manusia itu
unik,subjektuif,dan personal hanya pada beberapa bagian,sedangkan selebihnya
adalah kolektif dan objektif”hlm.291).
Jung (1961) menunjukkan tentang gambaran samar
dari mimpi awalnya, yang terjadi sebelum ia berusaha empat tahun. Ia bermimpi
sedang berada di sebuah padang rumput ketika tiba-tiba ia melihat sebuah lubang
sebuah lubang berbentuk persegi empat yang gelap di tanah. Dengan takut, ia
menghampiri dan masuk ke dalam lubang itu yang ternayata adalah sebuah
tangga. Sampai di bawah, ia menemukan
sebuah pintu yang dinaungi sebuah patung melengkung dihiasi tirai bewarna
hijau. Di balik tirai itu terlihat adanya cahaya redup dengan karpet merah yang
mengarah ke dalam pintu. Di atas panggungnya terdapat sebuah mahkota dan di
mahkota tersebut tampak sebuah objek panjang yang tampak oleh jung seperti
sebuah batang pohon besar yang panjang. “Benda
itu sangat besar dan hampir menyentuh langit –langit. Bentuknya cukup
aneh, terbuat dari kulit an daging. Di atasnya terdapat, seperti sebuah kepala
tanpa rambut dan muka. Di bagian paling atas, ada sebuah mata yang terus
menerus menatap ke atas tanpa bergerak” (hlm.12).penuh dengan ketakutan, si
anak kecil mendengar ibunya berteriak “ya,terus saja tatap dia. Ia adalah
pemakan manusia!”. Komentar ini sangat menakutkan jung dan membuatnya terbangun
dari tidur.
Jung
kerap berpikir tentang mimpinya, tetapi baru setelah tiga puluh tahun ia
menyadari gambaran mengenai falus yang sangat jelas. Bebrapa tahun lagi
dibutuhkan,sebelum ia menerima mimpi itu sebagai ekpresi dari ketidaksadaran
kolektifnya, bukan sebagai produk dari jejak memorinya. Dalam interpretasinya
sendiri, lubang berbentuk persegi empat itu dipresentasikan sebagai simbol
darah;pohon yang berdiri di atas sebuah mahkota sebagai simbol penis yang
digambarkan sangat detil.setelah menginterpretasikan mimpinya, jung dipaksa
untuk menyimpulkan bahwa tidak ada anak berusia 3,5 tahun yang dapat
menghasilkan sebuah simbol yang universal seperti itu hanya dari pengalaman
pribadinya sendiri. Sebuah ketidaksadaran kolektif, yang umum dialami spesies
ini, merupakan penjelasan terbaik yang bisa diberikan oleh Jung (Jung,1961).
3. Imajinasi Aktif
Sebuah
teknik yang digunakan Jung dalam melakukan analisis terhadap dirinya sendiri,
sama seperti yang dilakukannya terhadap pasiennya, adalah dengan menggunakan
imajinasi aktif. Metode ini dimulai
dengan impresi berupa gambaran mimpi, visi, tampilan, atau fantasi milik
seseorang. Orang ini kemudian berkonsentrasi hingga impresinya “bergerak”.
Orang ini juga harus mengikuti gambaran tersebut kemananpun gambaran itu
bergerak hingga akhirnya berkomunikasi dengannya.
Tujuan
dari imajinasi aktif adalah untuk membuka gambaran arketipe yang bermula dari
ketidaksadaran. Hal ini akan sangat berguna bagi orang-orang yang ingin
mengenal lebih ketidaksadaran personal dan kolektifnya juga bagi mereka yang
ingin mengatasi resistensi dari komunikasi dengan ketidaksadarannya. Jung
percaya bahwa gambaran ini diproduksi pada fase sadar, yang membuatnya lebih
jelas dan bisa diperbanyak. Perasaannya lebih spesifik dan biasanya orang
jarang memiliki kesulitan saat mereka harus mereproduksi visi atau mengingat mood (Jung, 1937-1959).
Sebagai
variasi dari imajinasi aktif kerap bertanya kepada pasiennya apakah mereka suka
menggambar, melukis, atau mengekspresikan fantasinya dalam bentuk nonverbal
lainnya. Jung mengandalkan teknikini selama ia menganalisis dirinya sendiri dan
banyak dari hasilnnya yang kaya akan symbol dan kerap menampilkan mandala,
tergambar dalam buku-bukunya. Man and His
Symbols (1964), Word and Image (1979),
Psychology and Alchemy (1952-1968),
dan ilustrasi Claire Dunne’s (2000)
tentang biografi Carl Jung: Wounded Healer
of the Soul merupakan beberapa buku yang dapat dijadikan sumber untuk
melihat gambar-gambar dan fotonya.
Pada
tahun 1961, selama masa pertengahan (paruh baya) Jung menulis tentang
pengalaman-pengalamannya dengan imajinasi aktif selama konfrontasi dengan
ketidaksadaran: Ketika aku menoleh ke belakang pada hari ini dan
mempertimbangkan apa yang terjadi pada saya selama periode bekerja di
khayalan-khayalan, kelihatannya seolah-olah suatu pesan telah dating kepada
saya dengan kekuatan besar. Ada banyak hal di dalam gambaran-gambaran itu yang
terkait tidak hanya dengan diri saya, tetapi juga dengan hal lainnya. Pada saat
itulah, saya berhenti menjadi diri saya sendiri, berhenti untuk memiliki hak
untuk melakukannya. Sejak saat itu, hidup saya menjadi milik umum. … kemudian,
saya mendedikasikan diri saya untuk melayani psike: Saya mencintainya dan juga
membencinya. Akan tetapi, itu adalah kekayaan terbesar saya. Kembalinya diri
saya menjadi diri saya sebelumnya, merupakan satu-satunya cara agar saya dapat
mempertahankan keberadaan saya dan menjalani kehidupan saya sepenuh dan semampu
saya.
4. Psikoterapi
Jung
(1931-1954) mengidentifikasi empat pendekatan dasar dalam terapi, mewakili
empat langkah pengembangan di dalam sejarah psikoterapi. Pertama adalah
pengakuan rahasia patogenik. Ini adalah metode menghilangkan emosi atau metode
katarsis (chathartic method) yang
dipraktikkan oleh Josef Breuer pada pasiennya, Anna O. terhadap pasien yang
memiliki kebutuhan untuk berbagi rahasia-rahasia merek, katarsis adalah suatu
langkah yang efektif. Langkah kedua melibatkan penafsiran, penjelasan, dan
teknik menerangkan. Pendekatan ini digunakan oleh Freud, untuk memberi
kesempatan pada pasien untuk mencari sendiri pengertian mengenai penyebab
neurosis mereka, tetapi pasien masih memilik perasaan tidak mampu untuk
mengatasi permasalahan sosialnya. Langkah yagng ketiga adalah pendekatan yang
diadopsi oleh Adler, dengan memasukkan factor pendidikan pasien-pasiennya
sebagai makhluk sosial. Tetapi, menurut Jung, pendekatan ini sering kali
meninggalkan pasien-pasiennya hanya dalam keadaan mampu menyesuaikan diri
secara sosial dengan baik.
Untuk
melampaui ketig pendekatan ini, Jung mengusulkan suatu tahap keempat, yaitu transformasi. Transformasi adalah
terapis harus menjadi orang pertama yang diubah atau ditransformasi menjadi
manusia yang sehat, terutama dengan melakukan
proses psikoterapi. Seorang terapis hanya mampu membantu pasien-pasien setelah
melakukan trasformasi dengan membangun falsafah
hidup yang mapan melalui individuasi, keseluruhan, atau realisasi diri. Tahap
keempat ini terutama dilakukan pada pasien-pasien yang sedang dalam tahap kedua
hidupnya dan mempunyai perhatian terhadap kesadaran dari dalam diri sendiri,
dengan permasalah moral dan religius serta dalam menemukan filosofi hidup
(Jung, 1931-1954).
Jung
tampak berwawasan luas di dalam teori dan praktik psikoterapinya. Perawatannya
memberikan variasi menurut usia, tahap perkembangan, dan permasalahan khusus
dari pasiennya. Sekitar dua pertiga dari pasien-pasien Jung berusia paruh baya
dan banyak sekali dari mereka menderita kehilangan arti, tujuan umum, dan takut
akan kematian. Jung mencoba untuk membantu pasien-pasiennya tersebut menemukan
oreantasi filosofis mereka sendiri.
Tujuan
utama dari terapi Jungian adalah untuk membantu pasien-pasien penderita
neurotic menjadi sehat dan mendorong orang yang sehat untuk bekerja dengan
mandiri melalui teknik realisasi diri. Jung melihat kesempatan untuk mencapai
tujuan ini melalui teknik-teknik, seperti analisis mimpi dan imajinasi aktif
untuk membantu pasien menemukan ketidaksadaran kolektif dan pribadi serta
menyeimbangkan gambaran ketidaksadarab dengan sikap kesadaran mereka (Jung,
1931-1954).
Psikoterapi
Jungian mempunyai pendekatan dengan sasaran-sasaran kecil melalui bemacam teknik.
Oleh karena itu, tidak ada uraian universal yang menggambarkan orang yang
berhasil menggunakan pendekatan anlitis. Untuk orang dewasa, bisa jadi
tujuannya adalah untuk menemukan makna kehidupannya dan berupa untuk meraih
keseimbangan serta keutuhan. Orang yang memiliki kesadaran diri mampu
berasimilasi ke dalam kesadaran dirinya dengan sebagian besar ketidaksadaran
dirinya. Akan tetapi, pada waktu yang sama, tetap menyadari sepenuhnya akan
bahaya potensial yang tersembunyi di dalam ruang psikenya. Jung memperingatikan
supaya berhati-hati saat menggali terlalu dalam di tempat yang belum dikenal.
Ia membandingakan proses ini dengan proses orang yang menggali satu sumur
dengan adanya resiko mengaktifkan suatu lahar api dalam bumi.
PENELITIAN TERKAIT
Pendekatan
Jung mengenai kepribadian ini sangat berpengaruh pada pengembangan psikologi
kepribadian. Akhir-akhir ini pengaruhnya memang sudah menurun, meskipun masih
ada beberapa institusi di seluruh dunia yang berkiprah dalam psiokolgi
analitis. Dewasa ini, kebanyakan riset yang berhubungan dengan Jung lebih
berfokus pada uraiannya mengenai tipe kepribadian. Myers-Bringgs type indicator (MBTI; Myers, 1962) adalah pengukuran
yang saling sering digunakan untuk mengukur tipe kepribadian Jung. Pengukuran
ini juga sering digunakan oleh penasihat sekolah dalam mengarahkan para siswa
untuk melihat belajar sebagai proses yang menyenangkan. Baru-baru ini, peneliti
memperluas kajian untuk melihat kegunaan dari tipe kepribadian Jungian dengan
menjelajah peranan tipe kepribadian orang dalam mengatur keuangan pribadi dan
jenis karier yang mereka kejar.
1.
Tipe
Kepribadian dan Menginvestasikan Uang
Kepribadian adalah studi mengenai keunikan
masing-masing orang, oleh karena itu selalu berkaitan dengan setiap orang dan
setiap tempat. Sebagai contoh, meskipun riset dibidang psikologi dan keuangan
tidak sepenuhnya sejalan, kepribadian bias menjadi suatu yang umum dalam kedua
bidang tersebut karena keunikan seseorang dirasa sangat penting dan dibutuhkan
di kedua bidang. Baru-baru ini, peneliti di bidang keuangan tertarik
mempelajari bagaimana tipe kepribadian memengaruhi orang dalam menginvestasikan
uang mereka (Filbeck, Hatfield & Horvath 2005). Secara terperinci, Filbeck
dan koleganya (2005) ingin memahami lebih mengenai tingkat toleransi individu
terhadap risiko untuk menginvestasikan uang. Investasi sering kali penuh
resiko. Anda dapat menghasilkan banyak uang dalam bursa saham, tetapi Anda juga
dapat kehilangan segalanya. Sebagian orang mampunyai toleransi alami terhadap
fluktuasi yang terjadi di dalam investasi mereka, namun ada juga yang tidak.
Filbeck dan koleganya (2005) menggunakan MBTI untuk
menentukan tipe kepribadian Jung mana yang memungkinkan toleransi risiko dalam
menginvestasikan uang. Untuk mengukur toleransi risiko ketika menginvestasikan
uang, peneliti-peneliti menggunakan kuesioner, yaitu daftar pertanyaan
mengenai-mengenai situasi hipotesis yang berbeda. Berdasarkan tanggapan
orang–orang pada situasi hipotesis tersebut, peneliti kemudian menentukan pada
titik mana (persentase mana yang paling merugikan) orang merasa
investasi-investasi mereka terlalu keras dan beresiko. Peneliti mengambil
sampel peneliti para siswa dan orang dewasa untuk melengkapi kuesioner MBTI,
yang mengukur tingkat toleransi dan resiko ini, kemudian menguji hipotesis
bahwa ada beberapa tipe kepribadian akan lebih tolerir pada banyaknya resiko
dibandingkan yang lain.
2.
Tipe
Kepribadian dan Minat terhadap Bidang Gesekan di jurusan Teknik
Bidang gesekan di jurusan teknik ini sepertinya
merupakan suatu masalah utama yang akut karena hampir 50% siswanya tidak lulus
di bidang ini. Penjelasan yang paling umum adalah karena performa mereka lemah
di bidang tersebut dan persepsi diri yang salah mengenai tipkal insyinyur.
Suatu studi di dalam Jurnal Psychological
Type mengujiapakah tipe kepribadian dan kesuaiannya terhadap bidang gesekan
pada jurusan teknik dapat meramalkan minat akan bidang ini. Kajian ini
dilakukan dengan sampel mahasiswa jurusan Teknik di Georgia Tech (Thomas,
Benne, Marr, Thomas, & Hume, 2000). Peneliti melihat 195 mahasiswa (72%
pria) mendaftar pada jurusan teknik (listirk dan megnetisme) yang dikenal
sebagai kelasa “wedding out” di mana
30% dari mahasiswa biasanya menerima nilai di bawah C. para siswa menyelesaikan
(MBTI) pada suatu sesi laboratorium.
Hasil kajian ini menunjukkan bahwa sebagian
kelompok, sampel diwakili oleh tipe kepribadian pemikir (75%), introversi
(57%), dan penilai atau judging (56%).
Dari sampel itu, hasilnya terbagi dua hampir sam rat untuk intuitive sensing (51% sensing). Lebih pentinglagi, para siswa yang
mengundurkan diri dari kuliah mempunyai skor tinggi pada skala Extraversi dan
perasa, dengan skor tinggi sebesar 96% pada setidaknya satu skala. Hal yang
menarik adalah ternyata tipe kepribadian tidak ada hubungannya dengan nilai
pelajaran. Thomas dan koleganya menemukan bahwa para siswa gugur (drop out) merupakan tipe kebalikan dari
mereka yang ingin masuk jurusan ini. Hasil dari kajian ini mendukung teori
mengenai tipe orang dan organisas, yang menyatakan bahwa mereka yang mempunyai
tipe kepribadian yang sangat sesuai dengan mereka yang sudah berkecimpung pada
suatu profesi, bisa tampil paling baik di bidang profesi yang serupa
(Schneider, 1987).
KRITIK TERHADAP JUNG
Carl
Jung melanjutkan tulisan-tulisannya untuk menarik perhatian mahasiswa-mahasiswa
humaniora. Meskipun kualitas tulisannya subjektif dan filosofis, psikologi
Jungian telah menarik perhatian banyak orang, baik orang awam maupun para
profesioanal. Bagaimanapun Jung mengaggap dirinya sebagai seorang ilmuwan dan
merasa yakin bahwa kajian ilmiah mengenai agama, mitologi, dongeng, dan
khayalan filodofi, tidak membuatnya menjadi sesuatu yang mistis dibandingkan
dengan kajian Freud mengenai seks yang membuat Freud menjadi seseorang dengan
kelainan seksual (Jung, 1975).
Meskipun
demikian, seperti teori-teori pada umunya, psikologi analitis juga harus dapat
memnuhi enam criteria teori yang bermanfaat. Pertama, suatu teori yang
bermanfaat harus menghasilkan hipotesis
yang bias diuji dan kajian yang
deskriptif. Kedua, sebuah teori harus mempunyai kapasitas untuk diverifikasi atau diulang. Tetapi, sam seperti
teori Freud, hampir mustahil untuk melakukan verifikasi pada teori Jung. Teori
utama Jung mengenai ketidaksadaran kolektif merupakan konsep yang sangat sulit
untuk diuji secara empiris.
Sebagian
besar bukti mengenai konsep dari arketipe dan ketidaksadaran kolektif berasal
dari pengalaman mendalam yang dialami oleh Jung. Hal ini diakuinya, bahwa sulit
berkomunikasi dengan orang lain sehingga penerimaan orang mengenai konsep ini
lebih berdasarkan keyakinan daripada bukti empiris. Jung (1961) mengklaim bahwa
“pernyataan-pernyataan arketipe itu berdasarkan prasyarat yang instingtif dan tidak ada hubngannya dengan
suatu alas an tertentu, tidak berdasarkan rasional dan tidak juga bias dibuang
dalm argumentasi yang masuk akal”. Pernyataan seperti itu bisa diterima oleh
seniman atau ahli teologi, tetapi tidak mungkin diterima oleh peneliti ilmiah
yang mengedepankan rancangan penelitian dan rumusan hipotesis.
Sebaliknya,
ada bagian dari teori Jung yang terkait dengan penggolongan dan ilmu bentuk
tubuh (tipologi), yaitu mengenai fungsi dan sikap, yang bisa dikaji serta diuji
dan sudah menghasilkan sejumlah
penelitian. Myers-Briggs Type Indicator sudah menghasilkan banyak peneliti.
Oleh karena itu, kami member nilai rata-rata untuk teori Jung atas kemampuannya
menghasilkan penelitian terkait.
Ketiga,
suatu teori yang bermanfaat perlu mengorganisir
pengamatan ke dalam suatu kerangka yang bermakna. Psikologi analitis
merupakan teori yang unik karena menambahkan suatu dimensi yang baru dalam
teori kepribadian, yaitu ketidaksadaran kolektif. Aspek dari kepribadian
manusia yang berhadapan dengan hal-hal mistis, misterius, dan parapsikologis
itu tidak disinggung oleh hampir semua teori-teori kepribadian. Meskipun
ketidaksadaran kolektif bukan satu-satunya penjelasan bagi suatu fenomena dan
konsep lain dapat dirumuskan untuk menjelaskan semuanya. Jung adalah
satu-satunya ahli teori kepribadian modern yang membuat suatu usaha serius
untuk cakupan yang luas mengenai aktivitas manusia di dalam suatu kerangka
teoretis. Karena kemampuannya yang baik untuk mengorganisir pengetahuan inilah
yang membuat Jung diberi penilain rata-rata.
Kriteria
yang keempat untuk teori yang bermanfaat adalah kemampuan teori tersebut untuk
diterapkan. Apakah teori dapat membantu terapis, guru, orang tua, atau yang
lain dalam memecahkan permasalahan sehari-hari? Teori mengenai tipe atau sikap
psikologis dan MBTI digunakan oleh banyak praktisi klinis, tetapi kegunaan dari
sebagian besar psikologi analitis terbebas untuk terapis yang menggunakan
jajaran dasar secara berkelanjutan. Konsep ketidaksadaran kolektif tidak mudah
diteliti secara empiris, tetapi mungkin berguna dalam membantu orang memahami
mitos, budaya dan melakukan penyesuaian terhadap trauma-trauma hidup. Secara
keseluruhan, teori Jung dinilai rendah untuk kemampuan penerapan.
Apakah
teori kepribadian Jung konsisten secara
internal? Apakah memiliki seperangkat
terminologi yang digambarkan secara operasional? Pertanyaan yang pertama bisa
dijawab dengan jawaban yang berkualitas, sedangkan yang kedua, jawabannya
negatif. Secara umum Jung menggunakan terminologi secara konsisten, tetapi ia
sering kali menggunakan beberapa terminologi untuk menguraikan konsep yang
sama. Istilah regresi dan intoversi berhubungan sangat erat sehingga dapat
dikatakan kedua istilah itu menguraikan proses yang sama. Hal ini juga berlaku
untuk istilah progresi dan ekstraversi. Daftar istilah yang serupa
ini bisa jadi panjang, misalnya individuasi
dan realisasi diri. Kedua istilah
ini bahkan tidak dibedakan secara jelas. Bahasa Jung sering kali bersifat
rahasia dan banyak dari istilahnya yang tidak didefinisikan dengan jelas.
Seperti teori-teori kepribadian pendahulunya, Jung juga tidak menggambarkan
definisi istilah secara operasional. Oleh karena itu, konsistensi internal
dalam teori Jung ini dinilai rendah.
Criteria
terakhir untuk teori yang bermanfaat adalah bersifat parsimony (kesederhanaan). Psikologi Jung bukanlah teori sederhana,
tetapi kepribadian manusia juga tidak sederhana. Bagaimanapun juga, oleh karena
teorinya lebih mengarah pada ketidakefektifan daripada kegunaanya, maka nilai
kesederhanaan pada teori ini rendah. Teori Jung bersifat kompleks dengan ruang
lingkup yang luas. Hal ini disebabkan kecenderungan Jung untuk mencari-cari
data dari bermacam disiplin ilmu dan kesediaannya untuk menjelajah sendiri
ketidaksadarannya, bahkan sampai bawah level pribadi. Hukum parsimony menyatakan, “ketika terdapat
dua teori yang manfaatnya setara, teori yang lebih sukain adalah teori yang
sederhana”. Sebenarnya, tentu saja tidak pernah ada teori yang selalu sama,
namun teori Jung menambah suatu dimensi kepribadian manusia, tidak terlalu banyak
berurusan dengan yang lain sehingga menjadi lebih rumit daripada yang
diperlukan.
Sumber: Feist, Jess., Gregory J
Feist. 2009. Teori Kperibadian Buku 1
Edisi 7. Jakarta: Salemba
Humanika.
This entry was posted
on 15.53
.
You can leave a response
and follow any responses to this entry through the
.